Tidak Semua Umat Yahudi Merestui Keberadaan Negara Israel

Sumber: depositphotos.com

Tanggal 2 November 1917, Arthur James Balfour, menteri luar negri UK (dan juga mantan perdana menteri) kala itu menandatangani sebuah surat deklarasi yang ia kirimkan kepada Lionel Walter Rothschild, seorang bankir, politikus dan pemimpin dari British Jewish Community (Komunitas Yahudi Inggris). Surat tersebut berisi pernyataan terbuka Inggris untuk mendukung pendirian ‘tanah air bagi orang-orang Yahudi’ di Palestina yang kemudian dinamai sebagai Deklarasi Balfour (lihat juga Perjanjian Sykes-Picot).

Seolah memperingati sekaligus sebagai ‘follow-up’ dari manifesto di atas, seratus tahun kemudian, tepatnya pada 6 Desember 2017, Donald Trump menandatangani deklarasi yang mengafirmasi Yerusalem sebagai ibukota Israel. Seluruh umat Yahudi-Zionis di belahan dunia menyambut momen tersebut dengan bahagia dan menyebutnya sebagai ‘hari bersejarah’, sebagaimana yang diungkapkan oleh Benjamin Netanyahu, Perdana Menteri Israel.

Tentu deklarasi sepihak Trump itu mendapat kecaman dunia, terutama umat muslim. Berbagai unjuk rasa penolakan dan pengutukan datang dari berbagai kelompok massa di dunia. Salah satunya unjuk rasa yang terjadi pada Jum’at, 8 Desember 2017 di depan Gedung Putih, Washington DC. Massa tergabung dari beberapa organisasi Islam di AS, antara lain Council on American-Islamic Relations (CAIR), Islamic Circle of North America (ICNA) dan American Muslims for Palestine (AMP)[1].

Menariknya, ada sekelompok Yahudi yang bergabung dalam massa tersebut. Jewish United Against Zionism tidak kalah lantang menolak deklarasi Trump dan berkata bahwa hal tersebut ‘akan membuat segalanya lebih buruk’, tutur Rabbi Yisroel Dovid Weiss sebagaimana dilansir dari Anadolu Agency. Rabbi Weiss sendiri merupakan juru bicara dari Neturei Karta, sebuah organisasi Yahudi pergerakan berskala internasional yang menentang pendudukan Zionis atas Palestina.

Nama ‘Neturei Karta’ baru saya dengar sekitar dua bulan terakhir ini. Memang beberapa tahun lalu saya pernah membaca berita ada sekelompok orang Yahudi di Amerika yang menolak pendudukan Israel atas bangsa Palestina. Baru pada hari ini saya mengenal kelompok tersebut dengan sebutan ‘Neturei Karta’. Tulisan di bawah ini mencoba untuk mengenal lebih dekat kelompok yang melawan pendudukan Israel tersebut.

Mengenal ‘Neturei Karta’

Pertama kali saya membaca nama ‘Neturei Karta’ adalah ketika membaca sebuah berita dari portal internasional sekitar 6 bulan lalu, yang melaporkan sebuah aksi kelompok persatuan Yahudi di Amerika menentang Negara Israel. Dalam website resminya http://www.nkusa.org, dijelaskan bahwa Neturei Karta (diambil dari Bahasa Aram, berarti ‘penjaga kota’) didirikan di Yerusalem pada tahun 1938. Nama ‘Neturei Karta’ diberikan kepada sebuah kelompok Yahudi Ortodoks di Yerusalem yang menolak untuk mengakui eksistensi Negara Israel. Tertulis dalam website mereka:

“The group was founded in Jerusalem, Palestine in 1938, splitting off from Agudas Yisroel. Agudas Yisroel was established in 1912 for the purpose of fighting Zionism. Gradually lured by money dan honor they sold out to the ‘Golden-Calf’ (see Exodus, XXXII) of Zionism. Those who wanted to maintain their faith and continue the struggle against Zionism, dissociated themselves from Agudas Yisroel and associated parties.”

(Kelompok ini dibentuk di Yerusalem, Palestina pada tahun 1938, setelah memisahkan diri dari Agudas Yisroel. Agudas Yisroel didirikan pada tahun 1912 dengan tujuan menentang Zionisme. Secara berangsur-angsur terpikat oleh uang dan kehormatan, mereka menjual ke ‘Anak Lembu Emas’ Zionisme. Orang-orang yang masih ingin mempertahankan iman dan melanjutkan perjuangan melawan Zionisme memisahkan diri dari Agudas Yisroel dan mendirikan partai-partai.)

Sumber: nkusa.org
Para rabi Neturei Karta membakar bendera Israel dalam memperingati Hari Libur Yahudi, Purim

Seiring berjalannya waktu, pengikut dan aktivis Neturei Karta semakin banyak dan tersebar di luar Yerusalem. Kelompok ini pada hakikatnya menolak pendirian negara Yahudi selama periode diaspora (periode pembuangan). Oleh karenanya mereka mengutuk keberadaan Negara Israel bukan hanya sebab bahwa negara tersebut berdiri di atas pondasi sekularisme, tetapi juga karena keseluruhan konsep negara Yahudi yang berdaulat itu sendiri berkontradiksi dengan hukum agama mereka (Yudaisme). Dijelaskan dalam kitab Talmud bahwa bangsa Yahudi tidak boleh menggunakan kekuatan manusia untuk mendirikan negara Yahudi sebelum kedatangan Moshiach/Messiah. Kemudian kitab itu juga menyatakan bahwa mereka dilarang memberontak melawan negara-negara dan harus menjadi penduduk yang loyal, serta tidak boleh mencoba untuk meninggalkan masa pembuangan yang telah dikirimkan oleh Tuhan.

Perbedaan antara Yudaisme dan Zionisme

Sepintas pernyataan mereka tentu bertolak belakang dengan apa yang telah dilakukan Negara Zionis Israel selama satu abad terakhir ini. Hal tersebut wajar karena memang antara Yudaisme dan Zionisme terdapat perbedaan yang cukup signifikan. Dari sini pentingnya membedakan kedua ajaran tersebut karena, menurut para rabi di Neturei Karta, keduanya tidak berjalan di atas landasan yang sama.

Masih dilansir dari halaman resmi nkusa.org, Yudaisme percaya kepada Tuhan Yang Satu yang telah mewahyukan Taurat kepada Nabi Musa. Ajaran tersebut mempercayai takdir Tuhan dan memandang pembuangan bangsa Yahudi (diaspora) sebagai bentuk hukuman atau azab atas dosa-dosa mereka. Sementara Zionisme menyangkal Sang Pencipta, Wahyu, pahala dan azab. Kemudian ‘menyimpulkan’ sendiri bahwa diaspora bisa diakhiri dengan agresi militer serta pendirian negara Yahudi.

Sangat menarik membaca pernyataan para rabi di Neturei Karta ini. Mereka tidak melegitimasi pendirian Negara Israel di tanah Palestina salah satunya atas dasar belum datangnya sang juru penyelamat yang asli (Mesiah/Mesias). Eskatologi Yahudi percaya bahwa kedatangan Mesias akan dihubungkan dengan runtunan peristiwa tertentu yang belum terjadi, termasuk kembalinya orang Yahudi ke tanah air mereka (Tanah Kan’aan/Palestina) dan pembangunan Bait Suci[2]. Kesimpulan sementara saya, kaum Zionis ingin ‘mempercepat’ kedatangan Mesias tersebut dengan jalur politik memobilisasi orang-orang Yahudi di seluruh dunia untuk kembali ke tanah kelahiran mereka. Sementara para rabi yang menolak mobilisasi tersebut menyebut tindakan itu dikuasai oleh hawa nafsu belaka, jauh dari ajaran Yudaisme, dan semata-mata hanya ingin melepaskan belenggu anti-semitik yang telah menghantui mereka selama berabad-abad.

Penting ditekankan di sini, bahwa setiap agama memiliki sekte-sekte tertentu yang telah terkontaminasi aliran dan pemikiran modern. Khususnya ide sekularisme yang berkembang pesat selama dua abad terakhir ini dimana aliran tersebut telah mempengaruhi tokoh-tokoh besar dan masyarakat beragama di dunia. Gerakan Zionisme sendiri diprakarsai oleh seorang Yahudi Ashkenazi beraliran sekularis berkebangsaan Austria-Hungaria, Theodor Herzl. Sementara Zionisme memiliki pondasi sekularis, para rabi Yahudi Ortodoks konservatif masih berpegang erat pada ajaran Yudaisme murni yang menolak pemisahan antara kehidupan beragama dan bernegara. Maka hal yang wajar jika para rabi tersebut dengan lantang menolak pendirian Negara Israel karena mereka menganggapnya telah mengabaikan ajaran murni Yudaisme.

Catatan kaki:
[1] aa.com.tr/en/americas/hundreds-in-washington-protest-us-decision-on-jerusalem/999310, diakses pada tanggal 24 Desember 2017 pukul 00.09

[2] Yesaya 2:4

Komentar

Konten Populer

Mengetahui Perbedaan Makna Mufrodat Bahasa Arab

Hati-Hati dalam Membedakan Makna Mufrodat Ini

15 Alasan Kenapa Kuliah di Al-Azhar Mesir Itu 'Sunnah' (Bagian 1)